Makalah PPKN >
BAB I
PEMBAHASAN
Secara
umum negara dan kostitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Bahkan, setelah abad pertengahan yang ditandai dengan ide
demokrasi dapat dikatakan : tanpa konstitusi, negara tidak mungkin terbentuk. Konstitusi
merupakan hukum dasarnya suatu negara. Dasar-dasar penyelenggaraan bernegara
didasarkan pada konstitusi sebagai hukum dasar.
Penyelenggaraan
bernegara Indonesia juga didasarkan pada suatu konstitusi. Hal ini dapat
dicermati dari kalimat dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat sebagai berikut
:”… Kemudian daripada itu membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan social, maka disusunlah
Kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.”
Negara
yang berlandaskan pada suatu konstitusi dinamakan negara konstitusional (constitutional state). Akan tetapi,
untuk dapat dikatakan secara ideal sebagai negara konstitusional maka
konstitusi negara tersebut harus memenuhi sifat atau ciri-ciri dari
kostitusionalisme (konstitutionalism).
Jadi, negara tersebut harus pula menganut gagasan tentang konstitusionalisme.
Konstitusionalisme merupakan suatu ide, gagasan, atau paham.
A.
KONSTITUSIONALISME
1.
Gagasan tentang Konstitusional
Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang terdiri atas
unsur rakyat(penduduk), wilayah dan pemerintah. Pemerintah adalah satu unsur
negara. Pemerintahlah yang menyelenggarakan dan melaksanakan tugas-tugas demi
terwujudnya tujuan bernegara.
Di negara demokrasi, pemerintah yang baik adalah pemerintah
yang menjamin sepenuhnya kepentingan rakyat serta hak-hak dasar rakyat.
Disamping itu, pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya perlu dibatasi agar
kekuasaan itu tidak disalahgunakan, tidak sewenang-wenang serta benar-benar
untuk kepentingan rakyat. Kekuasaan perlu dibatasi karena kekuasaan itu
cenderung untuk disalahgunakan. Seperti hukum besi kekuasaan dari Lord Acton
yang mengatakan “power tends to corrupt,
absolute power corrupts absolutely”.
Upaya mewujudkan pemerintahan yang menjamin hak dasar
rakyat serta kekuasaan yang terbatas itu dituangkan dalam suatu aturan
bernegara yang umumnya disebut konstitusi (hukum dasar atau undang-undang dasar
negara). Kostitusi atau undang-undang dasar negara mengatur dan menetapkan kekuasaan negara sedemikian
rupa sehingga kekuasaan pemerintahan negara efektif untuk kepentingan rakyat
serta tercegah dari penyalahgunaan kekuasaan. Konstitusi dianggap sebagai
jaminan yang paling efektif bahwa kekuasaan pemerintahan tidak akan
disalahgunakan dan hak-hak warga negara tidak dilanggar.
Gagasan bahwa kekuasaan negara harus dibatasi serta hak-hak
dasar rakyat dijamin dalam suatu konstitusi negara dinamakan
konstitusionalisme. Carl J. Friederich berpendapat “konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu
kumpulan aktifitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk
pada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk member jaminan bahwa kekuasaan
yang diperlukan untuk pemerintahan tidak disalahgunakan oleh mereka yang
mendapat tugas untuk memerintah. Pembatasan yang dimaksud termaktub dalam
konstitusi. (Taufiqurrohman Syahuri, 2004)
Oleh karena itu, suatu negara demokrasi harus memiliki dan
berdasar pada suatu konstitusi, apakah ia bersifat naskah (written constitution) atau tidak bersifat naskah (unwritten constitution). Akan tetapi,
tidak semua negara yang berdasar pada konstitusi memiliki sifat
konstitusionalisme. Didalam gagasan konstitusionalisme, undang-undang dasar
sebagai lembaga mempunyai fungsi khusus yaitu menentukan dan membatasi
kekuasaan di satu pihak dan dipihak lain menjamin hak-hak asasi warga negara (Mirriam
Budiardjo, 1977). Jadi, dapat disimpulkan, didalam gagasan konstitusionalisme,
isi daripada konstitusi negara bercirikan dua hal pokok, yaitu sebagai berikut:
a.
Konstitusi itu
membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa agar tidak bertindak
sewenang-wenang terhadap warganya.
b.
Konstitusi itu
menjamin hak-hak dasar dan kebebasan warga Negara.
Konstitusi atau undang-undang dasar dianggap sebagai
perwujudan dari hukum tertinggi yang harus ditaati oleh negara dan
pejabat-pejabat negara sekalipun. Hal ini sesuai dengan dalil “Government by law, not by men”
(pemerintahan berdasarkan hukum, bukan oleh manusia).
Pada permulaan abad ke-19 awal abad ke-20, gagasan mengenai
konstitusionalisme, (kekuasaan terbatas dan jaminan hak dasar warga negara)
mendapatkan perumusan secara yuridis. Daniel S. Lev memandang
konstitusionalisme sebagai paham “negara terbatas”. Para ahli hukum Eropa Barat
Kontinental seperti Immanuel Kant dan Frederich Julius Stahl memakai istilah Rechtsstaat, sedang ahli Anglo Saxon
seperti AV Dicey memakai istilah Rule of
law. Di Indonesia, istilah Rechtsstaat
atau Rule of law biasa diterjemahkan
dengan istilah “Negara Hukum” (Mahfud MD, 1993).
2.
Negara Konstitusional
Setiap negara memiliki konstitusi sebagai hukum dasar.
Namun tidak setiap Negara memiliki undang-undang dasar. Contohnya Inggris, Inggris
tetap merupakan negara konstitusional meskipun tidak memiliki undang-undang
dasar. Konstitusi Inggris terdiri atas berbagai aturan pokok yang timbul dan
berkembang dalam sejarah bangsa tersebut. Konstitusi tersebar dalam berbagai
dokumen seperti Magna Charta (1215), Bill of Rights (1689) dan Parliament Act
(1911). Konstitusi dalam kaitan ini memiliki pengertian yang lebih luas dari
undang-undang dasar.
Apakah negara yang mendasarkan diri pada suatu konstitusi
layak disebut sebagai negara konstitusional? Negara konstitusional tidak cukup
hanya memiliki konstitusi, tetapi negara tersebut juga harus menganut gagasan
tentang konstitusionalisme. Konstitusionalisme merupakan gagasan bahwa
konstitusi suatu negara harus mampu memberi batasan kekuasaan pemerintahan
serta memberi perlindungan pada hak-hak dasar warga negara. Suatu negara yang
memiliki konstitusi tetapi isinya mengabaikan dua hal pokok diatas maka ia
bukan negara konstitusionalisme.
Negara konstitusional bukan sekedar konsep formal, tetapi
juga memiliki makna normative. Didalam gagasan konstitusionalisme, konstitusi
tidak hanya merupakan suatu dokumen yamg menggambarkan pembagian dan tugas-tugas
kekuasaan tetapi juga menentukan dan membatasi kekuasaan agar tidak
salahgunakan. Sementara itu dilain pihak konstitusi juga berisi jaminan akan
hak-hak asasi dan hak dasar warga negara. Negara yang menganut gagasan
konstitusionalisme inilah yang disebut negara konstitusional (constitutional State).
Adnan Buyung Nasution (1995) menyatakan Negara
konstitusional adalah negara yang mengakui dan menjamin hak-hak warga negara
serta membatasi dan mengatur kekuasaannya secara hukum. Jaminan dan pembatasan
yang dimaksud harus tertuang dalam konstitusi. Jadi, negara konstitusional
bukanlah semata-mata negara yang telah memiliki konstitusi.
B.
KONSTITUSI NEGARA
1.
Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal dari bahasa Prancis “constituer” yang artinya membentuk.
Pemakaian istilah konstitusi dimaksudkan untuk pembentukan suatu negara atau menyusun
dan menyatakan suatu negara. Konstitusi bisa berarti pula peraturan dasar
(awal) mengenai pembentukan negara. Istilah konstitusi bisa dipersamakan denga
hukum dasar atau undang-undang dasar. Kata konstitusi dalam kamus besar bahasa
Indonesia diartikan sebagai berikut : (1) segala ketentuan dan aturan mengenai
ketatanegaraan; (2) undang-undang dasar suatu negara.
Konstitusi dapat diartikan sebagai hukum dasar. Para
pendiri negara (the founding fathers)
menggunakan istilah hukum dasar. Dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
“Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara
itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disamping
Undang-Undang Dasar tersebut berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis,
yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik
penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis”. Hukum dasar tidak tertulis
disebut Konvensi.
Dalam naskah rancangan undang-undang dasar negara Indonesia
yang dihasilkan oleh BPUPKI, sebelumnya juga dipergunakan istilah hukum dasar.
Barulah setelah disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 diubah dengan
istilah undang-undang dasar.
Terdapat beberapa definisi konstitusi dari para ahli, yaitu
:
a.
Herman Heller; membagi
pengertian konstitusi menjadi tiga:
1)
Konstitusi dalam
pengertian politik sosiologis. Kostitusi mencerminkan kehidupan politik didalam
masyarakat sebagai suatu kenyataan.
2)
Konstitusi merupakan
satu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat yang selanjutnya dijadikan
suatu kesatuan kaidah hukum. Konstitusi dalam hal ini sudah mengandung
pengertian yuridis.
3)
Konstitusi yang ditulis
dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tinggi yang berlaku dalam suatu
negara.
Menurut pengertian
konstitusi lebih luas dari undang-undang dasar
b.
K.C. Wheare
mengartikan konstitusi sebagai “keseluruhan system ketatanegaraan dari suatu
Negara, berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah
dalam pemerintahan suatu negara”.
c.
Prof. Prayudi
Atmosudirdjo merumuskan konstitusi sebagai berikut.
1)
Konstitusi suatu
negara adalah hasil atau produk sejarah dan proses perjuangan bangsa yang
bersangkutan.
2)
Konstitusi suatu
negara adalah rumusan dari filsafat, cita-cita, kehendak, dan perjuangan bangsa
Indonesia.
3)
Konstitusi adalah
cermin dari jiwa, jalan pikiran, mentalitas, dan kebudayaan suatu bangsa.
Konstitusi dapat diartikan secara luas dan sempit, sebagai
berikut.
a.
Konstitusi (hukum
dasar) dalam arti luas meliputi hukum dasar tertulis dan tidak tertulis.
b.
Konstitusi (hukum
dasar) dalam arti sempit adalah hukum dasar tertulis, yaitu undang-undang
dasar. Dalam pegertian ini undang-undang dasar merupakan konstitusi atau hukum
dasar yang tertulis.
Di negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi
kostitusional, undang-undang dasar mempunyai fungsi khas, yaitu membatasi
kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak
bersifat semena-mena. Hak-hak warga negara akan lebih dilindungi. Gagasan ini
dinamakan konstitusionalisme. Pada prinsipnya, tujuan konstitusi adalah untuk
membatasi kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang
diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
2.
Kedudukan Konstitusi
Konstitusi menempati kedudukan yang sangat penting dalam
kehidupan ketatanegaraan suatu negara karena konstitusi menjadi barometer
kehidupan bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan
pendahulu. Selain itu, konstitusi juga merupakan ide-ide dasar yang digariskan
oleh the founding fathers, serta
memberikan arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan suatu
negara yang dipimpin.
Konstitusi secara umum berisi hal-hal yang mendasar dari
suatu negara. Hal-hal mendasar itu adalah aturan-aturan atau norma-norma dasar
yang dipakai sebagai pedoman pokok bernegara.
Meskipun konstitusi yang ada di dunia berbeda-beda baik
dalam hal tujuan, bentuk dan isinya, tetapi umumnya mempunyai kedudukan formal
yang sama, yaitu sebagai (a) hukum dasar, dan (b) hukum tertinggi.
a.
Konstitusi sebagai Hukum Dasar
Konstitusi
berkedudukan sebagai Hukum Dasar karena berisi aturan dan ketentuan tentang
hal-hal yang mendasar dalam kehidupan suatu negara. Secara khusus konstitusi
memuat aturan tentang badan-badan pemerintahan (lembaga-lembaga negara), dan
sekaligus memberikan kewenangan kepadanya. Misalnya, dalam konstitusi biasanya
akan ditentukan adanya badan legislatif, cakupan kekuasaan badan legislative
tersebut dan prosedur penggunaan kekuasaannya, demikian pula dengan lembaga
eksekutif dan yudikatif.
Jadi, konstitusi menjadi (a) dasar adanya dan (b) sumber
kekuasaan bagi lembaga negara. Oleh karena konstitusi juga mengatur kekuasaan
badan legislative (pembuat undang-undang), maka UUD juga merupakan (c) dasar
adanya dan sumber bagi isi aturan hukum yang ada dibawahnya.
b.
Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi
Konstitusi lazimnya juga diberikan
kedudukan sebagai hukum tertinggi dalam tata hukum negara yang bersangkutan.
Hal ini berarti bahwa aturan-aturan yang terdapat dalam konstitusi, secara
hierarkis mempunyai kedudukan lebih tinggi (superior)
terhadap aturan-aturan lainnya. Oleh karena itulah aturan-aturan lain yang
dibuat oleh pembentuk undang-undang harus sesuai atau tidak bertentangan dengan
undang-undang dasar.
3.
Pembentukan dan Perubahan Konstitusi
a.
Cara pembentukan
No
|
Cara Pembentukan
|
keterangan
|
1.
|
Pemberian
|
·
Presiden memberikan
suatu UUD, dan kekuasaan akan dijalankan oleh suatu badan tertentu.
·
UUD kekuasaan raja
dibatasi.
|
2.
|
Sengaja dibentuk
|
·
Pembuatan suatu UUD
dilakukan setelah Negara itu didirikan.
|
3.
|
Cara revolusi
|
·
Pemerintahan baru
hasil revolusi, dengan persetujuan rakyat atau pemerintah mengambil suatu
permusyawaratan untuk menetapkan UUD.
|
4.
|
Cara evolusi
|
·
Melakukann perubahan secara
berangsur-angsur membentuk UUD baru.
|
b.
Perubahan konstitusi
No
|
Cara perubahan
|
Keterangan
|
1.
|
Oleh Badan
Legislatif/ Perundangan Biasa
|
Dilakukan
oleh Badan Legislatif, hanya harus dengan syarat yang lebih berat dari pada
membuat undang-undang biasa (bukan Undang-Undang Dasar).
|
2.
|
Referandum
|
Yaitu
dengan jalan pemungutan suara diantara rakyat yang mempunyai hak suara.
|
3.
|
Oleh badan khusus
|
Badan
khusus yang bertugas hanya untuk mengubah Undang-Undang Dasar saja.
|
4.
|
Khusus di negara federasi
|
Perubahan
UUD itu baru dapat terjadi jika mayoritas negara-negara bagian dari federasi
itu tadi menyetujui perubahan.
|
4.
Isi, Tujuan, dan Fungsi Konstitusi Negara
Konstitusi merupakan tonggak atau awal terbentuknya suatu
Negara. Konstitusi menjadi dasar utama bagi penyelenggaraan bernegara. Karena
itu konstitusi menempati posisi penting, dan strategis dalam kehidupan
ketatanegaraan suatu negara. Prof. Hamid S. Attamimi mengatakan bahwa
konstitusi atau Undang-Undang Dasar merupakan pemberi pegangan dan pemberi
batas, sekaligus merupakan petunjuk bagaimana suatu negara harus djalankan.
Hal-hal yang diatur dalam konstitusi negara umumnya berisi
tentang pembagian negara,hubungan antarlembaga negara, dan hubungan negara
dengan warga negara. Aturan-aturan itu masih bersifat umum dan secara garis
besar. Aturan-aturan itu selanjutnya dijabarkan lebih lanjut pada aturan
perundangan dibawahnya.
Menurut Mirriam
Budiardjo dalam bukunya Dasar-Dasar
Ilmu Politik, konstitusi atau undang-undang dasar memuat
ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1.
Organisasi negara,
misalnya pembagian kekuasaan antara badan eksekutif, legislative, dan
yudikatif. Dalam negara federal, yaitu masalah pembagian kekuasaan antara
pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian, prosedur penyelaesaian
masalah pelanggaran yurisdiksi lembaga negara.
2.
Hak-hak asasi manusia.
3.
Prosedur mengubah
undang-undang dasar
4.
Adakalanya memuat
larangan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari undang-undang dasar. Hal ini
untuk menghindari terulangnya hal-hal yang telah diatasi dan tidak dikehendaki
lagi. Misalnya, Undang-Undang Dasar Jerman melarang untuk mengubah sifat
federalisme sebab bila menjadi unitarisme dikhawatirkan dapat mengembalikan
munculnya seorang Hitler.
Apabila kita membaca pasal demi pasal dalam UNDANG-UNDANG
DASAR 1945 maka kita dapat mengetahui beberapa hal yang menjadi isi daripada
konstitusi Republik Indonesi ini.
Hal-hal yang diatur dalam UNDANG-UNDANG DASAR 1945 antara lain :
1.
Hal-hal yang sifatnya
umum, misalnya tentang kekuasaan dalam negara dan identitas-identitas negara.
2. Hal yang menyangkut lembaga-lembaga negara, hubungan
antarlembaga negara, fungsi, tugas, hak, dan kewenangannya.
3. Hal yang menyangkut hubungan antara negara dan warga
negara, yaitu hak da kewajiban negara terhadap warganya ataupun hak dan
kewajiban warga negara terhadap negara, termasuk juga hak asasi manusia.
4. Konsepsi atau cita negara dalam berbagai bidang, misalnya
bidang pendidikan, kesejahteraan, ekonomi, social, dan pertahanan.
5. Hal mengenai perubahan undang-undang dasar.
6. Ketentuan-ketentuan peralihan atau ketentuan transisi.
Gagasan konstitusionalisme menyatakan bahwa
konstitusi di suatu negara memiliki sifat membatasi kekuasaan pemerintah dan
menjamin hak-hak dasar warga negara. Sejalan dengan sifat membatasi kekuasaan
pemerintahan maka konstitusi secara ringkas memiliki 3 tujuan, yaitu :
1.
Memberi pembatasan
sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik.
2.
Melepaskan kontrol
kekuasaan dari penguasa itu sendiri.
3.
Memberi
batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya
(ICCE UIN,2000).
Selain itu, konstitusi negara bertujuan
menjamin pemenuhan hak-hak dasar warga negara. Konstitusi negara memiliki
fungsi-fungsi sebagai berikut (Jimly Asshiddiqie,2002).
a.
Fungsi penentu atau
pembatas kekuasaan negara.
b.
Fungsi pengatur
hubungan kekuasaan antar organ negara.
c.
Fungsi pengatur
hubungan kekuasaan antara organ negara dengan warga negara.
d.
Fungsi pemberi atau
sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan
kekuasaan Negara.
e.
Fungsi penyalur atau
pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli (dalam demokrasi adalah
rakyat) kepada organ negara.
f.
Fungsi simbolik yaitu
sebagai sarana pemersatu (symbol of unity),
sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identity of nation) serta sebagai center of ceremony.
g.
Fungsi sebagai sarana
pengendalian masyarakat (social control),
baik dalam arti sempit yaitu bidang politik dan dalam arti luas mencakup bidang
social ekonomi.
h.
Fungsi sebagai sarana
perekayasaan dan pembaruan masyarakat (social
engineering atau social reform).
5.
Sifat Konstitusi
Sifat
umum konstitusi adalah :
a.
Normatif, aturan yang harus ditaati oleh penyelenggara negara dan warga
negaranya.
b.
Nominal, pilihan pasal yg dilaksanakan oleh penguasa.
c.
Semantik, UUD hanya sebagai simbol sedangkan aturan bernegara menurut
kemauan politik penguasa.
Sifat pokok konstitusi negara adalah :
a.
Flexible, agar mudah mengikuti
perkembangan jaman (Inggris dan Selandia Baru).
b.
Rigid, agar tidak mudah dirubah
hukum dasarnya (Amerika, Kanada, Jerman dan Indonesia).
6.
Nilai-Nilai Konstitusi
Nilai konstitusi yang dimaksud di sini adalah nilai
(values) sebagai hasil penilaian atas pelaksanaan norma-norma dalam suatu
konstitusi dalam kenyataan praktik. Sehubungan dengan hal itu, Karl Loewenstein dalam bukunya
“Reflection on the Value of Constitutions” membedakan 3 (tiga) macam nilai atau
the values of the constitution, di antaranya :
q
Nilai normatif: apabila suatu konstitusi telah resmi diterima
oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi itu bukan saja berlaku dalam arti
hukum (legal), tetapi juga merupakan suatu kenyataan (reality).
q
Nilai nominal: bahwa konstitusi secara hukum berlaku , namun
berlakunya tidak sempurna karena ada pasal-pasal tertentu yang dalam kenyataan
tidak berlaku.
q
Nilai semantik: konstitusi secara hukum tetap berlaku tetapi dalam
kenyataannya hanya sekedar untuk memberi bentuk dari tempat yang telah ada dan
untuk melaksanakan kekuasaan politik.
C.
HUBUNGAN DASAR NEGARA
DENGAN KONSTITUSI NEGARA RI
Keterkaitan
antara dasar negara dengan konstitusi yaitu: keterkaitan antara dasar negara
dengan konstitusi nampak pada gagasan dasar, cita – cita dan tujuan negara yang
tertuang dalam pembukaan UUD suatu negara. Dasar negara sebagai pedoaman
penyelenggaraan negara secara tertulis termuat dalam konstitusi suatu negara.
Dasar
negara, merupakan pedoman dalam mengatur kehidupan penyelenggaraan
ketatanegaraan negara yang mencakup berbagai bidang kehidupan.
Dasar negara
bangsa Indonesia, adalah Pancasila yang berkedudukan sebagai norma obyektif dan
norma tertinggi dalam negara, serta sebagai sumber segala sumber hukum (TAP.
MPRS No.XX/MPRS/1966, jo. TAP. MPR No.V/MPR/1973, jo. TAP. MPR No. IX/MPR/
1978). Penegasan kembali, tercantum dalam TAP. MPR No.XVIII/MPR/1998 .
a.
Negara hendak
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan
asas persatuan.
b.
Negara hendak
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c.
Negara berkedaulatan
rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan.
d.
Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
BAB II
KESIMPULAN
Negara dan kostitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Bahkan, setelah abad pertengahan yang ditandai
dengan ide demokrasi dapat dikatakan : tanpa konstitusi, negara tidak mungkin
terbentuk. Konstitusi merupakan hukum dasarnya suatu negara. Dasar-dasar
penyelenggaraan bernegara didasarkan pada konstitusi sebagai hukum dasar.
Konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah
merupakan suatu kumpulan aktifitas yang diselenggarakan atas nama rakyat,
tetapi yang tunduk pada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk member jaminan
bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan tidak disalahgunakan oleh
mereka yang mendapat tugas untuk memerintah. Pembatasan yang dimaksud termaktub
dalam konstitusi. (Taufiqurrohman Syahuri, 2004).
Konstitusi bisa berarti peraturan dasar (awal) mengenai
pembentukan negara. Konstitusi dapat diartikan sebagai hukum dasar. Para
pendiri negara (the founding fathers)
menggunakan istilah hukum dasar. Dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
“Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara
itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disamping
Undang-Undang Dasar tersebut berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis,
yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik
penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis”. Hukum dasar tidak tertulis
disebut Konvensi.
DAFTAR PUSTAKA
ü
Winarno, Pendidikan
Kewarganegaraan, Edisi kedua, Bumi Aksara, Jakarta : 2006
ü
http://bnpds.wordpress.com/2008/07/03/konstitusionalisme
ü
Prof. Dr. Komaruddin
Hidayat Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta ICCE UIN Syarif Hidayatullah berkerjasama
dengan Penerbit Prenada Media Group.
0 comments:
Post a Comment