Search This Blog

/* Circle Text Styles */ #outerCircleText { /* Optional - DO NOT SET FONT-SIZE HERE, SET IT IN THE SCRIPT */ font-style: italic; font-weight: bold; font-family: 'comic sans ms'; color: #FF0000; /* End Optional */ /* Start Required - Do Not Edit */ position: absolute;top: 0;left: 0;z-index: 3000;cursor: default;} #outerCircleText div {position: relative;} #outerCircleText div div {position: absolute;top: 0;left: 0;text-align: center;} /* End Required */ /* End Circle Text Styles */ /* Circling text trail- Tim Tilton Website: http://www.tempermedia.com/ Visit: http://www.dynamicdrive.com/ for Original Source and tons of scripts Modified Here for more flexibility and modern browser support Modifications as first seen in http://www.dynamicdrive.com/forums/ username:jscheuer1 - This notice must remain for legal use */ ;(function(){ // Your message here (QUOTED STRING) var msg = "Tutorial Blog"; /* THE REST OF THE EDITABLE VALUES BELOW ARE ALL UNQUOTED NUMBERS */ // Set font's style size for calculating dimensions // Set to number of desired pixels font size (decimal and negative numbers not allowed) var size = 24; // Set both to 1 for plain circle, set one of them to 2 for oval // Other numbers & decimals can have interesting effects, keep these low (0 to 3) var circleY = 0.75; var circleX = 2; // The larger this divisor, the smaller the spaces between letters // (decimals allowed, not negative numbers) var letter_spacing = 5; // The larger this multiplier, the bigger the circle/oval // (decimals allowed, not negative numbers, some rounding is applied) var diameter = 10; // Rotation speed, set it negative if you want it to spin clockwise (decimals allowed) var rotation = 0.4; // This is not the rotation speed, its the reaction speed, keep low! // Set this to 1 or a decimal less than one (decimals allowed, not negative numbers) var speed = 0.3; ////////////////////// Stop Editing ////////////////////// if (!window.addEventListener && !window.attachEvent || !document.createElement) return; msg = msg.split(''); var n = msg.length - 1, a = Math.round(size * diameter * 0.208333), currStep = 20, ymouse = a * circleY + 20, xmouse = a * circleX + 20, y = [], x = [], Y = [], X = [], o = document.createElement('div'), oi = document.createElement('div'), b = document.compatMode && document.compatMode != "BackCompat"? document.documentElement : document.body, mouse = function(e){ e = e || window.event; ymouse = !isNaN(e.pageY)? e.pageY : e.clientY; // y-position xmouse = !isNaN(e.pageX)? e.pageX : e.clientX; // x-position }, makecircle = function(){ // rotation/positioning if(init.nopy){ o.style.top = (b || document.body).scrollTop + 'px'; o.style.left = (b || document.body).scrollLeft + 'px'; }; currStep -= rotation; for (var d, i = n; i > -1; --i){ // makes the circle d = document.getElementById('iemsg' + i).style; d.top = Math.round(y[i] + a * Math.sin((currStep + i) / letter_spacing) * circleY - 15) + 'px'; d.left = Math.round(x[i] + a * Math.cos((currStep + i) / letter_spacing) * circleX) + 'px'; }; }, drag = function(){ // makes the resistance y[0] = Y[0] += (ymouse - Y[0]) * speed; x[0] = X[0] += (xmouse - 20 - X[0]) * speed; for (var i = n; i > 0; --i){ y[i] = Y[i] += (y[i-1] - Y[i]) * speed; x[i] = X[i] += (x[i-1] - X[i]) * speed; }; makecircle(); }, init = function(){ // appends message divs, & sets initial values for positioning arrays if(!isNaN(window.pageYOffset)){ ymouse += window.pageYOffset; xmouse += window.pageXOffset; } else init.nopy = true; for (var d, i = n; i > -1; --i){ d = document.createElement('div'); d.id = 'iemsg' + i; d.style.height = d.style.width = a + 'px'; d.appendChild(document.createTextNode(msg[i])); oi.appendChild(d); y[i] = x[i] = Y[i] = X[i] = 0; }; o.appendChild(oi); document.body.appendChild(o); setInterval(drag, 25); }, ascroll = function(){ ymouse += window.pageYOffset; xmouse += window.pageXOffset; window.removeEventListener('scroll', ascroll, false); }; o.id = 'outerCircleText'; o.style.fontSize = size + 'px'; if (window.addEventListener){ window.addEventListener('load', init, false); document.addEventListener('mouseover', mouse, false); document.addEventListener('mousemove', mouse, false); if (/Apple/.test(navigator.vendor)) window.addEventListener('scroll', ascroll, false); } else if (window.attachEvent){ window.attachEvent('onload', init); document.attachEvent('onmousemove', mouse); }; })();
#gb{ position:fixed; top:10px; z-index:+1000; } * html #gb{position:relative;} .gbcontent{ float:right; border:2px solid #A5BD51; background:#ffffff; padding:10px; } function showHideGB(){ var gb = document.getElementById("gb"); var w = gb.offsetWidth; gb.opened ? moveGB(0, 30-w) : moveGB(20-w, 0); gb.opened = !gb.opened; } function moveGB(x0, xf){ var gb = document.getElementById("gb"); var dx = Math.abs(x0-xf) > 10 ? 5 : 1; var dir = xf>x0 ? 1 : -1; var x = x0 + dx * dir; gb.style.top = x.toString() + "px"; if(x0!=xf){setTimeout("moveGB("+x+", "+xf+")", 10);} }
.:[Close][Klik 2x]:.
var gb = document.getElementById("gb"); gb.style.center = (30-gb.offsetWidth).toString() + "px";

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday, December 25, 2012

Model Pengembangan Usaha (Kewirausahaan)

PROFIL WIRAUSAHA
Menurut  J.B Say, wirausaha adalah orang yang menggeser sumber-sumber ekonomi dari produktivitas terendah menjadi produktivitas tertinggi dan berlimpah luah. Menurutnya, wirausahalah yang menghasilkan perubahan.Perubahan itu dilakukan tidak dengan mengerjakan sesuatu yang lebih baik tetapi dengan melakukan segala sesuatu yang berbeda (“not by doing things better but by doing something different”).(Judul buku :Kewirausahaan tahun 2002)
Secara kualitatif, peran wirausaha melalui usaha kecilnya tidak diragukan lagi, yakni: Pertama, usaha dapat memperkokoh perekonomian nasional melalui berbagai keterkaitan usaha, seperti fungsi pemasok, fungsi penyalur, dan pemasaran bagi hasil produk-produk industri besar. Industri kecil berfungsi sebagai transformator antar sektor yang mempunyai kaitan ke depan maupun ke belakang ( forward and backward-linkages) (Druc-ker, 1979:54).Kedua, usaha kecil dapat meningkatkan efisiensi ekonomi khususnya dalam menyerap sumber daya yang ada. Ketiga, usaha kecil dipandang sebagai sarana pendistribusian pendapatan nasional., alat pemerataan berusaha dan pemerataan pendapatan (wealth creation process), karena jumlahnya tersebar, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Fungsi wirausaha adalah menciptakan nilai barang dan jasa di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru yang berbeda untuk dapat bersaing. (Marzuki Usman, 1977).

A. IDE KEWIRAUSAHAAN DAN SUMBER POTENSIAL PELUANG
Menurut Zimmerer, ide-ide yang berasal dari wirausaha dapat menciptakan peluang untuk memenuhi kebutuhan riil di pasar. Ide-ide itu menciptakan nilai potensial di pasar sekaligus menjadi peluang usaha.Kreativitas sering kali muncul dalam bentuk ide-ide untuk menghasilkan barang dan jasa-jasa baru. Ide itu sendiri bukan peluang dan tidak akan muncul bila wirausaha tidak mengadakan evaluasi dan pengamatan secara terus-menerus (Zimmerer 1996:82).
Agar  ide-ide yang masih potensial menjadi peluang bisnis yang riil, maka wirausaha harus bersedia melakukan evaluasi terhadap peluang secara terus-menerus. Adapun langkah dalam penjaringan (skrining) ide dapat dilakukan sebagai berikut :
1.    Menciptakan produk baru dan berbeda.
2.    Mengamati pintu peluang.
3.    Analisis produk dan proses produksi secara mendalam.
4.    Menaksir biaya awal.
5.    Memperhitungkan risiko yang mungkin terjadi.
Ada 10 kompetensi yang harus dimiliki wirausaha agar terjadinya pengembangan dan kesuksesan dalam usaha (Dan & Bradstreet Business Credit Service 1993:1)
1.    Knowing your business, yaitu harus mengetahui usaha apa yang akan dilakukan. Misalnya, seorang yang akan melakukan bisnis perhotelan maka ia harus memiliki pengetahuan tentang perhotelan. Untuk bisnis pemasaran komputer, ia harus memiliki pengetahuanpemasaran computer.
2.    Knowing the basic business management, yaitu mengetahui dasar-dasar pengelolaan bisnis, misalnya cara merancang usaha, mengorganisasikan dan mengendalikan perusahaan, termasuk dapat memperhitungkan, memprediksikan, mengadministrasikan dan membukukan kegiatan-kegiatan usaha.
3.    Having the proper attitude, yaitu memiliki sikap yang sempurna terhadap usaha yang dilakukannya.
4.    Having adequate capital, yaitu memiliki modal yang cukup. Modal tidak hanya berbentuk materi, tetapi juga berbentuk rohani.
5.    Managing finances effectively, yaitu memiliki kemampuan mengatur/mengelola keuangan secara efektif dan efisien, mencari sumber dana dan menggunakannya secara tepat, serta mengendalikannya secara akurat.
6.    Managing time efficiently, yaitu kemampuan mengatur waktu seefesien mungkin.
7.    Managing people, yaitu kemampuan merencanakan, mengatur, mengarahkan, menggerakkan (memotivasi), dan mengendalikan orang-orang dalam menjalankan usaha.
8.    Satisfying costumer by providing high quality product, yaitu memberi kepuasan kepada pelanggan dengan cara menyediakan barang dan jasa yang bermutu, bermanfaat, dan memuaskan.
9.    Knowing how to compete, yaitu mengetahui strategi/cara bersaing.
10. Copying with regulations and paperwork, yaitu membuat aturan/pedoman yang jelas tersurat, tidak tersirat.

Disamping keterampilan dan kemampuan, wirausaha juga harus memiliki pengalaman yang seimbang.Menurut A. Kuriloff, John M. Memphil, Jr dan Douglas Cloud (1993:8) ada empat kemampuan utama yang diperlukan untuk mencapai pengalaman yang seimbang agar kewirausahaan berhasil, diantaranya:
1.    Technical competence, yaitu memiliki kompetensi dalam bidang rancang bangun (know-how) sesuai dengan bentuk usaha yang akan dipilih. Misalnya, kemampuan dalam bidang teknik produksi dan desain produksi. Ia harus benar-benar mengetahui bagaimana barang dan jasa itu dihasilkan dan disajikan.
2.    Marketing competence, yaitu memiliki kompetensi dalam menemukan pasar yang cocok, mengidentifikasikan pelanggan dan menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Ia harus mengetahui bagaimana menemukan peluang pasar yang spesifik, misalnya pelanggan dan harga khusus yang belum digarap pesaing.
3.    Financial competence, yaitu memiliki kompetensi dalam bidang keuangan, mengatur pembelian, penjualan, pembukuan, dan perhitungan laba/rugi. Ia harus mengetahui bagaimana mendapatkan dana dan cara menggunakannya.
4.    Human relation competence, yaitu kompetensi dalam mengembangkan hubungan personal, seperti kemampuan berelasi dan menjalin kemitraan antar perusahaan. Ia harus mengetahui hubungan interpersonal secara sehat.
Menurut Alan C. Filley dan Robert W Pricer (1991:1) bahwa, “… karena perusahaan kecil tergantung pada lingkungan setempat, maka perusahaan tersebut akan berhasil bila lingkungan stabil.Jadi asumsinya lingkungan harus stabil.Oleh karena itu, pada umumnya perusahaan kecil menggunakan kecakapan khusus atau human skill, conceptual skill, technical skill.Human skill adalah kemampuan untuk bekerja, memahami, dan memotivasi.Conceptual skill adalah mental ability untuk menganalisis dan mendiagnosis situasi yang kompleks, dengan membuat perencanaan, merumuskan dan meramalkan.Technical skill adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan.
CARA MEMASUKI DUNIA USAHA
1.   Merintis Usaha Baru (starting)
Merintis Usaha Baru (starting), yaitu membentuk dan mendirikan usaha baru dengan menggunakan modal, ide, organisasi, dan manajemen yang dirancang sendiri.
Ada tiga bentuk usaha baru yang dapat dirintis:
1.    Perusahaan milik sendiri (sole proprietorship), yaitu bentuk usaha yang dimiliki dan dikelola sendiri oleh seseorang,
2.    Persekutuan (partnership), yaitu suatu kerja sama (asosiasi) dua orang atau lebih yang secara bersama-sama menjalankan usaha bersama, dan
3.    Kerja sama manajemen (franchising), yaitu suatu kerja sama antara entrepreneur (franchisee) dengan perusahaan besar(franchisor/parent company) dalam mengadakan persetujuan jual-beli hak monopoli untuk menyelenggarakan usaha. Kerja sama ini biasanya dengan dukungan awal seperti pemilihan tempat, rencana bangunan, pembelian peralatan, pola arus kerja, pemilihan karyawan, advertensi, pembukuan, pencatatan dan akuntansi, konsultasi, standar, promosi, pengendalian kualitas, riset, nasihat hukum, dan sumber-sumber permodalan.

Menurut hasil survai yang dilakukan oleh Peggy Lambing (2000:90) hampir setengah atau 43% (persen) responden (wirausaha) menggunakan sumber ide bisnisnya dari pengalaman yang diperoleh ketika bekerja di beberapa perusahaan atau tempat-tempat professional dan lainnya. Mereka mengetahui cara-cara mengoperasikan perusahaan dari pengalaman tersebut.Sebanyak 15% lagi dari responden, dengan mencobanya, dan mereka merasa mampu menjadi lebih baik.Sebanyak 1 dari 10 responden (11%) dari wirausaha yang disurvei mengungkapkan memulai usaha untuk memenuhi peluang pasar.Sedangkan sebanyak 31% lagi dikarenakan hobi.
Dalam memasuki arena bisnis atau memulai usaha baru, seorang dituntut tidak hanya memiliki kemampuan, tetapi juga harus memiliki ide dan kemauan.Seperti telah disinggung, bahwa ide dan kemauan tersebut harus diwujudkan dalam bentuk barang dan jasa yang laku di pasar. Gambar A berikut merupakan bagan proses bisnis yang diawali dengan kepribadian dan ide.
          Pada Gambar A diatas, bahwa untuk memulai usaha harus di awali dengan adanya ide. Setelah ada ide, langkah berikutnya adalah mencari sumber dana dan fasilitas baik barang, uang maupun orang. Sumber dana tersebut adalah berasal dari badan-badan keuangan seperti bank dalam bentuk kredit atau orang yang bersedia menjadi penyandang dana. Tentu saja, barang dan jasa yang akan dijadikan objek bisnis tersebut harus memiliki pasar. Oleh karena itu, mengamati peluang pasar merupakan langkah yang harus dilakukan sebelum produk barang dan jasa diciptakan. Apabila peluang pasar untuk barang dan jasa sudah tersedia, maka barang dan jasa akan mudah laku dan segera mendatangkan keuntungan.
          Dalam merintis usaha baru, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
1.    Bidang dan jenis usaha yang dimasuki.
2.    Bentuk usaha dan bentuk kepemilikan yang akan dipilih.
3.    Tempat usaha yang akan dipilih.
4.    Organisasi usaha yang akan digunakan.
5.    Jaminan usaha yang mungkin diperoleh.
6.    Lingkungan usaha yang akan berpengaruh.

a.  Hambatan-Hambatan Dalam Memasuki Industri
Menurut Peggy Lambing (2000:95) ada beberapa hambatan untuk memasuki industri baru, yaitu:
1.    Sikap dan kebiasaan pelanggan. Loyalitas pelanggan kepada perusahaan baru masih kurang. Sebaliknya perusahaan yang sudah ada justru lebih bertahan karena telah lama mengetahui sikap dan kebiasaan pelanggan.
2.    Biaya perubahan (switching cost), yaitu biaya-biaya yang diperlukan untuk pelatihan kembali para karyawan, dan penggantian alat serta sistem yang lama.
3.    Respons dari pesaing yang ada yang secara agresif akan mempertahankan pangsa pasar yang ada.

b.  Paten, Merek Dagang, dan Hak Cipta
Paten, merek dagang, dan hak cipta sangat penting bagi perusahaan terutama untuk melindungi penemuan-penemuan, identitas dan nama perusahaan, serta keorisinilan produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Paten adalah suatu pengakuan dari lembaga yang berwewenang atas penemuan produk yang diberi kewenangan untuk membuat, menggunakan dan menjual penemuannya selama paten tersebut masih dalam jaminan.Merek dagang (brand nema) merupakan istilah khusus dalam perdagangan atau perusahaan. Hak cipta (Copyright) adalah suatu hak istimewa guna melindungi pencipta dari keorisinilan ciptaannya.
c.  Tantangan Memulai Usaha Baru
Alasan wirausahawan merintis usaha baru sangat beragam. Koratko & Hodgetts (2007) mengungkapkan, salah satu studi menemukan bahwa ada tujuh alasan seorang wirausaha melakukan usaha baru:
  1. Kebutuhan akan pengakuan diri
  2. Kebutuhan untuk kebebasan
  3. Kebutuhan pengembangan diri dan kepribadian
  4. Keamanan dan pengembangan asset (philanthropic)
  5. Persepsi kemakmuran (perception of wealth)
  6. Pengurangan pajak
  7. Mengikuti mental model.
Dalam merintis usaha baru dibutuhkan komitmen tinggi, waktu, tenaga dan biaya.Evaluasi terhadap internal dan eksternal sangat menentukan keberhasilan usaha baru. Beberapa elemen yang mempengaruhi kinerja usaha baru (new star-up venture) adalah:
  1. Karakteristik wirausahawan
  2. Proses pendirian
  3. Lingkungan
  4. Karakteritik jenis usaha
Sesuatu yang sangat kritis dalam memulai usaha adalah melakukan penilaian dalam beberapa hal, karena menyangkut risiko yang harus ditanggung.(hasil penelitian: Dr. Zahroh Naimah, SE., Ak., M.Si.Fakultas Ekonomi & Bisnis / Departemen Akuntansi).Sesuatu yang sangat kritis dalam memulai usaha adalah melakukan penilaian dalam beberapa hal, karena menyangkut risiko yang harus ditanggung.
2.   Membeli Perusahaan yang Sudah Didirikan
Banyak alasan mengapa seseorang memilih membeli perusahaan yang sudah ada ketimbang mendirikan atau merintis usaha baru, diantaranya karena memiliki beberapa keuntungan seperti kurang berisiko, lebih mudah, dan memiliki peluang untuk membeli dengan harga yang bisa ditawar.Namun demikian, membeli perusahaan yang sudah ada juga mengandung kerugian dan permasalahan eksternal dan internal.
Masalah eksternal, yaitu lingkungan, misalnya banyaknya pesaing dan ukuran peluang pasar. Sedangkan masalah internal, yaitu masalah-masalah yang ada dalam perusahaan, misalnya masalah image atau reputasi perusahaan, masalah karyawan, masalah lokasi, dan masalah masa depan perusahaan lainnya. Contoh masalah karyawan, masalah konflik antara manajemen dan karyawan yang sukar diselesaikan oleh pemilik yang baru.
3.   Kerja Sama Manajemen (Franschising)
Franschising merupakan cara memasuki dunia usaha yang sangat popular diseluruh dunia. Produk-produk franchising telah menjadi produk global.Dealer-dealer mobil, motor, bahan bakar, dan alat rumah tangga lainnya berkembang diseluruh dunia.Format bisnis franchising telah memberikan fasilitas jasa yang luas bagi para dealer (franchisee) seperti pemasaran, periklanan, pelatihan, standar produksi, dan pengerjaan manual, serta bimbingan pengawasan kualitas.
Franschising merupakan kerja sama manajemen yang biasanya berkembang dalam perusahaan eceran. Seperti telah dikemukakan bahwa franchisee adalah suatu persetujuan lisensi menurut hokum antara suatu perusahaan (pabrik) penyelenggara dengan penyalur atau perusahaan lain untuk melaksanakan usaha. Perusahaan yang diberi lisensi disebut franchisor dan penyalur disebut franchisee.Inti dari franchising adalah memberi hak monopoli untuk menyelenggarakan usaha dari perusahaan induk. Jadi, franchising adalah kerja sama manajemen untuk menjalankan perusahaan cabang/penyalur. Franchisor (perusahaan induk) adalah perusahaan yang diberi lisensi.Franchisee adalah perusahaan pemberi lisensi (penyalur atau dealer).
Dalam kerja samafranchising, perusahaan induk memberikan bantuan manajemen secara berkesinambungan. Keseluruhan citra (goodwill), pembuatan, dan teknik pemasaran diberikan kepada perusahaan franchisee.Tidak sedikit bentuk franchising yang dilakukan antarnegara, misalnya McDonald’s, KFC, Pizza hut, Coca-cola, Hoka-hoka bento, dan lain sebagainya. Bidang otomotif, misalnya dealer mobil dan motor, rental mobil, suku cadang, dan pompa bensin.Dibidang lain, bentuk kerja sama ini adalah di bidang elektronik, obat-obatan, dan motel. Kerja sama antara franchisor dan franchisee akan disajikan di table 1 dibawah ini.
Menurut Zimmerer (1996) keuntungan dari kerja samafranchising adalah:
1.    Diberikannya pelatihan, pengarahan, dan pengawasan yang berlanjut dari franchisor.
2.    Diberikannya bantuan finansial. Biasanya biaya awal pembukaan sangat tinggi, sedangkan modal dari perusahaan franchisee sangat terbatas.
3.    Keuntungan dari penggunaan nama, merek, produk yang telah dikenal.
Sedangkan menurut Peggy Lambing (2000: 116-117), keuntungan franchising meliputi:
1.    Bantuan awal yang memberi kemudahan, yaitu berupa jasa nasihat seleksi lokasi, analisis fasilitas layout, bantuan keuangan, pelatihan manajemen, seleksi karyawan, dan bantuan pelatihan.
2.    Basis untuk mwempertimbangkan prospek keberhasilan, yaitu menyajikan prediksi dan pengujian tentang kemungkinan untuk menghasilkan keuntungan.
3.    Mendapat pengakuan yang segera, yaitu cepat dikenal karena sudah memiliki reputasi dan berpengalaman, misalnya, sebulan, seminggu, bahkan beberapa hari saja sudah dikenal.
4.    Daya beli karena merupakan bagian dari organisasi yang besar, maka pembayaran untuk pembelian bahan baku, peralatan, jasa asuransi akan relatif murah.
5.    Cakupan periklanan dan pengalaman. Periklanan secara nasional dengan pengalaman yang jauh lebih baik sehingga biaya periklanan menjadi sangat murah.
6.    Perbaikan operasional. Sebagai bagian dari organisasi yang besar, usaha franchising memiliki metode yang lebih efisien dalam perbaikan proses produksi.

Disamping beberapa keuntungan seperti di atas, tentu saja kerja samafranchising tidak selalu menjamin keberhasilan, karena sangattergantung pada jenis usaha dan kecakapan para wirausaha. Kerugian yang mungkin terjadi menurut Zimmerer adalah :
1.    Program latihan tidak sesuai dengan yang diinginkan.
2.    Membatasi kreativitas penyelenggaraan usaha franchisee.
3.    Franchisee jarang memiliki hak untuk menjual perusahaannya kepada pihak lain tanpa menawarkan terlebih dahulu kepada pihak franchisor dengan harga yang sama.

Baik merintis usaha baru, membeli maupun franchising, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan seperti tampak pada table 2 dibawah ini.




Table 2. Kelebihan dan Kekurangan Merintis, Menbeli dan Kerja sama Manajemen
BENTUK
KELEBIHAN
KELEMAHAN
Merintis Usaha
(Starting)
Gagasan Murni
Bebas beroperasi
 Fleksibel dan mudah pengaturan
Pengakuan nama kurang
Fasilitas inefisien
Penuh ketidakpastian
Persaingan kurang diketahui
Membeli Perusahaan (Buying)
Kemungkinan sukses
Lokasi sudah cocok
 Karyawan dan pemasok biasanya sudah mantap
Sudah siap operasi
 Perusahan yang dijual biasanya lemah
Peralatan tak efisien
 Bisnis yang harga mahal
Sulit inovasi
Kerja sama manajemen (Franchising)
Mendapatkan pengalaman dalam logo, nama, metode, teknik produksi,training, teknik, bantuan modal.
Penggunaan nama, merek.
 Tidak mandiri
Terkooptasi
 Lebih menguntungkan franchisor.
 Menjadi interdependen, terdominasi, vulnerable.


B.  PROFIL USAHA KECIL DAN MODEL PENGEMBANGANNYA
Sampai saat ini batasan usaha kecil masih berbeda-beda tergantung pada fokus permasalahannya masing-masing. Seperti dikemukakan oleh Dan Steinhoff dan John F. Burgess (1993:14) bahwa “Small business has been defined in different ways by different organization and agencies”. Usaha kecil telah didefinisikan dengan cara yang berbeda tergantung pada kepentingan organisasi.
Dalam “Small Business Act” (1934) yang dikutip oleh Dan Steinhoff dan John F. Burgess (1993:14), misalnya dikemukakan “A Small Business is one which independently owned and operated and is not dominant in its field”.
Dilihat dari perangkat manajemennya, Lambing (2000:43) mengemukakan bahwa control atau pengawasan pada usaha kecil biasanya informal. Apabila hanya ada beberapa karyawan, maka deskripsi pekerjaan dan segala aturan secara tidak tertulis sebab wirausaha mudah menguasai segala aspek usahanya. M. Kusman Sulaeman (1988-1989:43) mengemukakan beberapa ciri managerial work dari usaha kecil dan menengah yang dikutip dari beberapa hasil studi yang dilakukan Porter (1963); Mintzberg (1973); Clifford (1976) dan Scott (1973). Ciri-ciri tersebut adalah :
“No training, job is directly important, challenging, statisfying, less formal work, much operating, mixed works, direct cotact, informal communication, and much more telephone, sales less than $ 200 m., earning share is low, less diversified production, less conservative financing method, and market position is weak, more operational, routine work, authoritarian, short term thinking, and operating orientation”.
          Di Indonesia sendiri belum ada batasan dan kriteria yang baku mengenai usaha kecil. Berbagai instansi menggunakan batasan dan kriteria menurut fokus permasalahan yang dituju. Dalam undang-undang No. 9/1995 pasal 5 tentang usaha kecil disebutkan beberapa kriteria usaha kecil sebagai berikut :
a.    Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b.   Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Biro Pusat Statistik Indonesia (BPS) (1988) mendefiniskan usaha kecil dengan ukuran tenaga kerja, yaitu 5 sampai 19 orang yang terdiri (termasuk) pekerja kasar yang dibayar, pekerja pemilik, dan pekerja keluarga. Perusahaan industri yang memiliki tenaga kerja kurang dari 5 orang diklasifikasikan sebagai industri rumah tangga (home industry).
Beberapa dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Stanley dan Morse, bahwa industri yang menyerap tenaga kerja 1-9 orang termasuk industri kerajinan rumah tangga.Industri kecil menyerap 10-49 orang, industri sedang menyerap 50-99 orang, dan industri besar menyerap tenaga kerja 100 orang lebih.
          Komisi untuk Perkembangan Ekonomi (Community for Economic Development(C.E.D)), mengemukakan kriteria usaha kecil sebagai berikut:
a.    Manajemen berdiri sendiri, manajer adalah pemilik.
b.   Modal disediakan oleh pemilik atau sekelompok kecil.
c.   Daerah operasi bersifat local.
d.   Ukuran dalam keseluruhan relatif kecil.
Disamping ciri-ciri seperti diatas, usaha kecil memiliki kekuatan dan kelemahan tersendiri. Beberapa kekuatan usaha kecil diantara lain :
1.    Memiliki kebebesan untuk bertindak.
2.    Fleksibel. Perusahaan kecil sangat luwes, ia dapat menyesuaikan dengan kebutuhan setempat.
3.    Tidak mudah goncang. Karena bahan baku kebanyakan lokal dan sumber daya lainnya bersifat lokal, maka perusahaan kecil tidak rentan terhadap fluktuasi bahan baku impor.
Sedangkan kelemahan perusahaan kecil dapat dikategorikan ke dalam dua aspek:
1.    Aspek kelemahan struktural, misalnya kelemahan dalam bidang manajemen dan organisasi, kelemahan dalam pengendalian mutu, kelemahan dalam mengadopsi dan penguasaan teknologi, kesulitan mencari permodalan, tenaga kerja masih local, dan terbatasnya akses pasar. Kelemahan tersebut saling terinterdependensi (saling ketergantungan) antara faktor struktural yang satu dengan yang lainnya kemudian membentuk lingkaran ketergantungan yang tidak berujung pangkal dan membuat usaha kecil terdominasi dan vulnerabilitas.
2.    Kelemahan Kultural adaalah kelemahan dalam budaya perusahaan yang kurang mencerminkan perusahaan sebagai “corporateculture”. Kelemahan ini mengakibatkan kelemahan struktural. Kelemahan kultural mengakibatkan kurangnya akses informasi dan lemahnya berbagai persyaratan lain guna memperoleh akses permodalan, pemasaran, dan bahan baku, seperti:
-          Informasi peluang dan cara memasarkan produk.
-          Informasi untuk mendapatkan bahan baku yang baik, murah, dan mudah didapat.
-          Informasi untuk memperoleh fasilitas dan bantuan pengusaha besar dalam menjalin hubungan kemitraan untuk memperoleh bantuan permodalan dan pemasaran
-          Informasi tentang tata cara pengembangan produk, baik desain, kualitas, maupun kemasannya.
-          Informasi untuk menambah sumber permodalan dengan persyaratan yang terjangkau.

C. KERANGKA HIPOTESIS PENGEMBANGAN USAHA
Menurut hasil studi yang dilakukan oleh John Eggers dan Kim Leahy mengidentifikasi enam (6) tahapan pengembangan bisnis, yaitu tahapan konsepsi (conception), survival, stabilitas, orientasi pertumbuhan, pertumbuhan yang cepat, dan kematangan.Menurut Lambing (2000:43) ada dua keterampilan yang sangat diperlukan oleh pemilik perusahaan dalam rangka pengembangan perusahaan, yaitu manajemen personal dan manajemen keuangan.
Banyak konsep yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan manajemen modern tentang cara meraih keberhasilan usaha dalam mempertahankan eksistensinya secara dinamis. Dalam berbagai konsep strategi bersaing dikemukakan bahwa keberhasilan suatu perusahaan sangat tergantung pada kemampuan internal. Secara internal, perusahaan perlu memiliki kompetensi khusus (core competency) yang dicari dari integrasi fungsional (design school) (Mintzberg, 1990) atau dari kemampuan internal (resurce-based theory) (Pandian, 1992), atau dari “core competency” (D’Aveni, 1994), atau dari “strategic intent” (Gary Hamel, 1994:129), atau ada yang lebih popular dari tantangan eksternal “dynamic theory” (Porter, 1980).
Dalam teori persaingan Porter dikemukakan bahwa untuk menciptakan daya saing khusus, perusahaan harus menciptakan keunggulan melalui strategi generik (generic strategic), yaitu strategi yang menekankan pada keunggulan biaya rendah (low cost), diferensiasi (differentiation), dan fokus (focus). Menurut Mahoney & Pandian (1992) dam D’Aveni (1994), strategi Porter tersebut adalah berjangka pendek dan statis. Menurutnya, sekarang ini keadaannya sudah sangat cepat berubah, maka yang diperlukan adalah strategi jangka panjang dan dinamis. Menurut Richard D’Aveni (1994:253) dan Gary Hamel (1994:232), perusahaan harus menekankan strategi yang memfokuskan pada pengembangan kompetensi inti (builing core competency), pengetahuan dan keunikan intangible asset untuk menciptakan keunggulan, dan hanya wirausahalah yang mampu mencari peluang secara kreatif dalam menciptakan keunggulan.
Dalam menghadapi krisis ekonomi nasional seperti sekarang ini, baik teori dynamic strategy maupun teori resourse-based strategy sangat relevan bila khusus diterapkan dalam pemberdayaan usaha kecil nasional dewasa ini.Perhatian utama harus ditekankan pada penciptaan nilai tambah untuk meraih keunggulan daya saing (competitive advantages) melalui pengembangan kapabilitas khusus (kewirausahaan), sehingga perusahaan kecil tidak lagi mengandalkan strategi kekuatan pasar (market power) melalui monopoli dan fasilitas pemerintah. Dalam strategi ini, perusahaan kecil harus mengarah pada skill khusus secara internal yang bisa menciptakan core product yang unggul untuk memperbesar manufacturing share(muncul pada berbagai product yang memiliki komponen penting yang sama). Strategi tersebut lebih murah dan ampuh dalam memberdayakan usaha kecil, karena perusahaan kecil bisa memanfaatkan sumber daya lokalnya (Albert Wijaya, 1993). Menurut teori “resource-based strategy” ini, agar perusahaan meraih keuntungan secara terus-menerus, yaitu meraih semua pesaing di industri yang bersangkutan, maka perusahaan harus mengutamakan kapabilitas internal yang superior, yang tidak transparan, sukar ditiru atau dialihkan oleh pesaing dan memberi daya saing jangka panjang (futuristik) yang kuat melebihi tuntutan masa kini di pasar dan dalam situasi eksternal yang bergejolak, serta recession proof (Mahoney & Padian, 1992). Sumber daya perusahaan yang bisa dikembangkan secara khusus menurut Pandian (1992) adalah tanah, teknologi, tenaga kerja (kapabilitas dan pengetahuannya), modal dan kebiasaan rutin.
Secara spesifik, ahli lain Burns (1990) menyarankan, bahwa agar perusahaan kecil berhasil take-off, maka harus ada usaha-usaha yang khusus diarahkan untuk survival, consolidatin, control, planning, dan expectation.
Dalam konteks persaingan bebas yang semakin dinamis seperti sekarang ini, menurut D’Aveni (1987), perusahaan harus menekankan pada strategi pengembangan kompetensi inti (building core-competency), yaitu pengetahuan dan keunikan untuk menciptakan keunggulan seperti yang telah diungkapkan. Keunggulan tersebut menurutnya diciptakan melalui “The New 7-S’ strategy (The New 7-S’ s)” yaitu:
1.    Superior stakeholder satisfaction, yaitu mengutamakan kepuasan stakeholder.
2.    Strategic sooth saying, yaitu merancang strategi yang membuat kejutan atau yang mencengangkan.
3.    Position for speed, yaitu posisi untuk mengutamakan kecepatan.
4.    Position for surprise, yaitu posisi untuk membuat kejutan.
5.    Shifting the role of the game, yaitu strategi untuk mengadakan perubahan / pergeseran peran yang dimainkan.
6.    Signaling strategic intent, yaitu menonjolkan strategi yang menyentuh perasaan.
7.    Simultaneous and sequential strategic thrusts, yaitu membuat rangkaian strategi kepercayaan secara simultan.
Berdasarkan pandangan para ahli di atas, jelaslah bahwa daya hidup perusahaan baik kecil maupun besar pada umumnya sangat tergantung pada strategi manajemen perusahaan dalam memberdayakan sumber daya internal.

Description: Model Pengembangan Usaha (Kewirausahaan) Rating: 4.5 Reviewer: Unknown - ItemReviewed: Model Pengembangan Usaha (Kewirausahaan)